Sayonara KRL Ekspress

Per 2 Juli 2011, seluruh KRL Jabodetabek berhenti di setiap stasiun.


Konsekuensi dari kebijakan ini adalah: Harga tiket ekonomi AC (rute Depok-Jakarta pp.) naik dari Rp5,5k menjadi Rp7,5k.

Oke, beberapa kritik tentang kebijakan ini:
  1. Dengan bertambahnya armada ekonomi AC yang merupakan pengalihan dari KRL ekspres, harusnya supply meningkat. Dengan asumsi jumlah demand tetap, secara teori harga harusnya turun. Kok harga tiket Ekonomi AC malah naik?? Tanya kenapa.
  2. Dari kacamata pengguna ekonomi AC, mereka akan worse-off karena mereka menghadapi harga tiket yang lebih mahal. Dari kacamata pengguna ekspres, mereka juga worse-off karena waktu tempuh mereka jadi dua kali hingga tiga kali lebih lama dari biasanya. Di sisi lain, pengguna ekonomi biasa tidak tersentuh kesejahteraannya. Jadi target dari kebijakan ini siapa?? Tanya kenapa.
  3. Para pengguna KRL ekspres adalah orang-orang yang willingness to pay untuk waktu sangat tinggi. Artinya mereka rela untuk bayar mahal asal bisa sampai tujuan dengan cepat, mereka tidak butuh harga murah. KRL ekspres bagi orang-orang ini adalah barang yang inelastis hampir sempurna. Secara teori, untuk barang inelastis, kebijakan maksimasi profit yang tepat adalah meningkatkan harga. Tapi tenapa kebijakannya malah barang itu dihilangkan?? Tanya kenapa.
  4. Kalau alasan mereka supaya tidak ada keterlambatan jadwal kereta atau saling mendahului, itu mah karena PT. KAI aja kurang capable dalam mengatur dan menjalankan jadwal kereta. Bukan karena ada KRL ekspres.