The Land of Cendrawasih Trip: Priceless

Seperti yang sudah gw ceritakan di blog sebelumnya, pada saat di taksi dari bandara waktu kepulangan dari Palangkaraya, gw menerima konfirmasi tiket untuk keberangkatan monitoring ke Provinsi Papua di minggu berikutnya. Blog kali ini akan bercerita tentang perjalanan gw ke Bumi Cendrawasih tersebut.

Sehari sebelum keberangkatan, gw dapet tiket dari panitia via faks. Gw keselek waktu ngeliat harga tiket gw. Total tiket pulang pergi plus pajak untuk gw sendiri harganya IDR10.840.700. Dengan jumlah uang yang sama gw udah bisa pulang-pergi ke Paris naik air asia.


Tiket


Selasa, 20 September 2011

Sekitar jam 03.00 taksi yang sudah dipesan semalam sebelumnya sudah mangkal di depan rumah. Jam 03.45 gw naik ke taksi dan sampe di terminal 2F sekitar jam 04.00.

Sampe sana gw langsung cek-in dan dapet nomor seat 27A. Pesawat yang gw pergunakan adalah Garuda Indonesia nomor penerbangan GA654 tujuan Jayapura yang transit di Makassar. Pesawat yang digunakan adalah Boeing 737-800 ER yang lengkap dengan personal entertainment system.

Gw shalat subuh di mushala di ruang tunggu. Sekitar pukul 04.45 pesawat boarding. Ternyata tim monitoring yang terdiri dari perwakilan Bangda dan Keuda Kemendagri juga duduk di sebelah gw. Jadinya agak kurang bebas deh selama perjalanan.

Take off sedikit delay sekitar pukul 05.15 WIB. Sarapan yang disediakan adalah omelet. Sekitar pukul 09.00 WITA pesawat mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Penumpang tujuan Jayapura dipersilahkan menunggu di pesawat atau turun ke ruang tunggu karena penerbangan akan transit selama satu jam.


Transit di Sultan Hasanuddin Makassar


Pada saat yang sama gw menerima email dari Bu Erna, kepala proyek gw di LPEM, yang mengingatkan kalau hari itu seluruh tim akan presentasi laporan bulanan bulan Agustus. Wtf? Padahal sebelumnya gak pernah ada pemberitahuan kalau akan ada presentasi tersebut. Walhasil lagi-lagi gw harus bolos gak ikutan presentasi.

Sekitar pukul 10.00 WITA pesawat take-off menuju Jayapura. Penumpang yang tersisa tinggal beberapa orang. Bahkan ada satu row yang kosong. Penerbangan selama sekitar tiga jam penuh dengan guncangan. Makan siang yang dihidangkan saat itu adalah nasi goreng.


Heading to Jayapura


Ketika pesawat mulai melakukan approach ke bandara tujuan, pesawat sedikit berputar-putar di kawasan tengah pulau papua tersebut. Pemandangan yang terlihat sungguh priceless, sungguh perawan dengan kabut-kabut, bukit yang ditutupin rumput ala bukit teletubbies, dan tentunya danau sentani yang luasnya minta ampun.


Papua Dilihat dari Pesawat


Setelah sekitar total 7 jam penerbangan, pukul 14.00 WIT pesawat mendarat di Bandara Sentani Jayapura. Sungguh pengen nangis haru rasanya, akhirnya gw bisa menjejakkan kaki di Bumi Cendrawasi, kawasan paling timur di Indonesia. Setelah puluhan tempat di berbagai negara gw pernah kunjungi, akhirnya hari ini seluruh pulau di Indonesia bisa gw jejaki.

Ekspektasi gw tentang Bandara Sentani langsung hancur begitu pesawat taxing menuju apron. Gw pikir gw akan mendarat di landasan pacu yang penuh rumput, masuk hall kedatangan yang terbuat dari kayu dan atap jerami, dan penuh dengan orang berkoteka. Ternyata bandara tersebut sungguh modern dan sibuk. Banyak banget pesawat hilir mudik. Baik itu pesawat komersil jet atau baling-baling, pesawat pribadi, atau pesawat kargo. Ruang kedatangan pun sangat modern. Ngalahin beberapa bandara di kota-kota besar lain di Indonesia. Banyak bule, walaupun orang local yang menjadi porter dan calo juga gak kalah banyak.


Kesibukan di Bandara Sentani


Pemandangan yang ada juga tak kalah mencengangkan. Dibalik atap bandara yang dibuat mirip dengan rumah adat Papua, terpampang bukit-bukit yang ditutupi awan. Kesempatan ini gak gw sia-siakan untuk foto-foto.


Bandara Sentani Jayapura


Gw dan tim yang terdiri dari empat orang dijemput sama orang Bappeda Provinsi Papua naik minibus punya Bappeda.

Bandara sentani ternyata terletak sekitar 70 km dari kota Jayapura. Perjalanan menuju ibukota ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, melewati kota Abepura dan Kota Entrop. Perjalanan tersebut sungguh gak bisa dinilai. Singapura, Hongkong, Jepang, Australia, atau negara maju manapun gak bisa mengalahkan excitement gw kali ini. Pertama kalinya gw ngeliat peradaban suku yang sangat berbeda dengan yang pernah gw liat selama ini, tapi masih di dalam negeri.


Kota Abepura, Dari Bandara Sentani Menuju Kota Jayapura


Sekitar jam 16.45 WIT kita sampai di kota Jayapura. Ternyata hari itu hotel-hotel banyak yang penuh, karena pada saat yang sama banyak kementerian dari Jakarta yang bikin acara di Jayapura. Fakta baru yang gw temukan: kementerian suka menghabiskan anggaran dengan bikin acara di Papua, karena biaya per unit sangat besar, jadinya mereka gak perlu pusing untuk ngabisin anggara. Menyedihkan.

Pukul 17.00 WIT gw dapet hotel di hotel Papua di Jalan Percetakan No. 78 (telp: 0967-535800/531889/532900). Hotel ini hotel melati biasa dengan tarif IDR450.000 per malam. Sungguh mahal. Dengan tariff yang sama gw bisa dapet hotel bintang tiga di Jawa.

Setelah naro barang di kamar, kita berempat nyewa mobil untuk keliling kota. Mobil disewa dari hotel Aston dengan tariff IDR225.000 per tiga jam untuk mobil kijang Inova. Sebenernya ada angkot di Jayapura, tapi karena kita gak tau rutenya, dan karena tidak disarankan untuk naik angkot dengan alasan keselamatan sama orang hotel, jadinya kita memutuskan untuk sewa mobil aja.

Tujuan pertama adalah pasar di jalan Hamadi. Di jalan ini banyak penjual cinderamata khas Papua. Di toko pertama gw beli berbagai cinderamata khas Papua. Gw beli gantungan kunci bentuk koteka mini seharga IDR10.000, Koteka beneran IDR30.000, dan gelang-gelangan dari batu dan tulang seharga IDR15.000-40.000 untuk kakak gw. Selanjutnya di toko kedua gw beli batik khas Papua. Batik yang gw beli di toko ini terbuat dari bahan licin gitu, terlihat lebih bagus, apalagi dengan tinta emas. Harganya juga bagus, sekitar IDR250.000 per dua meter. Gw beli untuk gw sekeluarga.


Toko Cinderamata di Jalan Hamadi


Selanjutnya kita lanjut makan malam di kawasan pantai. Kita makan banyak banget seafood. Disini gw juga untuk pertamakalinya nyobain papeda. Sungguh gw gak bisa makan papeda. Berasa makan lem. Hahaha.. Total makan berlima (plus supir) sekitar IDR650.000. Memang mahal banget. Biaya hidup di Papua emang mahal sih btw.


Makan Malam di Pinggir Pantai


Habis makan malam kita menuju Toko Aneka Batik di dekat KFC. Toko ini menjual lebih banyak pilihan batik khas papua dibandingkan tokok yang di jalan Hamadi. Disini gw beli beberapa potong kain batik dengan bahan katun tanpa benang emas seharga sekitar IDR75.000. Sebagian besar titipan orang sih.

Setelah belanja batik kita kembali ke hotel. Tapi karena modem XL gw gak dapet signal, jadi gw menuju café Excelso yang hanya berjarak sekitar seratus meter dari hotel gw. Disana gw beli black coffee dengan tujuan ngerampok wi-fi.


Excelso


Sekitar jam 22.30 WIT gw kembali ke hotel dengan jalan kaki. Suasana udah sepi dan banyak orang yang ngeliatin gw. Gw cuek aja. Tapi ternyata ada cerita di balik itu semua yang akan dijelaskan esok harinya.


Rabu, 21 September 2011

Sekitar jam 07.00 WIT gw dan tim yang lain turun ke bawah untuk sarapan. Sarapannya sungguh sederhana, cuma ada nasi goreng dan telur mata sapi, dan roti bakar. Untuk minuman juga cuma ada teh dan kopi.

Jam 08.00 WIT kita berempat dijemput sama orang Bappeda kemarin dan mobil yang sama. Kita langsung menuju kantor gubernur Provinsi Papua untuk ketemu sama Sekda Provinsi Papua. Orangnya item banget. Papua asli. Setelah itu kita mengadakan forum DAK di kantor Bappeda yang juga berlokasi di kompleks kantor gubernur tersebut.


Forum DAK di Bappeda Provinsi Papua


Acara forum diakhiri dengan makan siang sekitar pukul 14.00 WIT. Setelah acara kita sempet ngobrol-ngobrol dulu dengan kepala pengendaliannya Bappeda. Lanjut kita ke pantai yang ada diseberang kantor gubernur untuk berfoto-foto. Setelah itu kita kembali ke hotel untuk istirahat.


Pantai di Depan Kantor Gubernur Provinsi Papua


Sekitar pukul 18.00 WIT kita dikasih pinjem mobil avanza plus supirnya oleh pihak Bappeda. Kita pergi Cuma bertiga, karena salah satu tim dari keuda ada acara lain di hotel sakura. Kita makan malam di pantai yang sama dengan kemarin, tapi di restoran yang berbeda. Kita makan di blue café, dengan menu yang sama: seafood. Kali ini sedikit lebih murah karena cuma makan bertiga dan pesananannya gak terlalu barbar. Untuk makan bertiga Cuma kena sekitar IDR200.000.


Makan Malam Kedua di Blue Cafe


Selesai makan kita diajak keliling-keliling kota Jayapura. Kita jalan ke bukit angkasa, tempat rumah-rumah dinas pejabat. Terus kita ngeliat stadion Mandala. Terus kita kembali lagi ke toko Aneka Batik karena masih banyak titipan yang belum gw beli. Total belanja batik gw selama di papua melebihi angka IDR2.000.000.. hahaha..

Di perjalanan pulang, sekitar puku 20.30 WIT, si supir bilang: “kalau bisa jangan terlalu malam pak, karena kondisi disini kurang kondusif kalau diatas jam delapan, suka ada yang tiba-tiba dipanah dengan panah racun, atau ada penembakan, atau banyak orang mabok yang suka membunuh kalau gak dikasih uang”. Waduh, pantesan kemarin malam gw diliatin waktu pulang dari Excelso ke hotel. Ck..ck..

Pernyataan si supir didukung dengan kenyataan bahwa waktu kita berhenti sebentar doang untuk beli pulsa, si supir di palak sama preman-preman disitu dimintain uang parkir. Padahal mobilnya gak literally parkir. Serem.. Untung semalem gak terjadi apa-apa waktu gw keluar malem sendirian.

Sampe hotel gw gak berani keluar lagi. Gw langsung kunci kamar. Seluruh fitur kunci yang ada gw pergunakan. Mati gaya deh di kamar hotel.


Kamis, 22 September 2011

Sekitar jam 06.00 WIT kita turun ke bawah sekalian cek-out dan sarapan. Menu sarapan tidak jauh berbeda dengan yang kemarin.

Jam 06.30 WIT supir yang semalam sudah tiba di hotel untuk mengantar kita ke bandara untuk pulang ke Jakarta. Perjalanan melalui jalan raya Abepura-Entrop ditempuh selama sekitar 1,5 jam karena masih pagi, belum ada macet. Gw sempet turun sebentar di perjalanan untuk berfoto di pinggir danau Sentani.


Danau Sentani


Sekitar pukul 08.00 kita sampai di Bandara Sentani. Check-in hall sungguh crowded lengkap dengan aroma “khas” timur. Tambahan informasi, jumlah penerbangan yang dilayani di bandara ini sangat banyak, terutama untuk penerbangan perintis dengan pesawat-pesawat kecil, karena untuk bepergian antar kabupaten di Papua harus ditempuh dengan pesawat.


Bandara Sentani Saat Kepulangan


Pesawat yang kita gunakan adalah Garuda Indonesia nomor penerbangan GA653 tujuan Jakarta yang akan transit di Timika dan Denpasar. Pesawatnya berjenis sama dengan waktu berangkat, Boeing 737-800ER yang juga dilengkapi dengan personal entertainment system.

Sekitar pukul 09.00 WIT pesawat kita boarding. Untuk naik ke pesawat kita harus naik shuttle bus, karena pesawat di parkir di tempat yang cukup jauh dari ruang tunggu.

Pesawat take-off tepat waktu pukul 09.25 WIT setelah antri cukup lama menunggu pesawat-pesawat lain yang mau take-off dan landing.

Penerbangan ke Timika ditempuh dalam waktu sekitar satu jam ditemani dengan snack.


Heading to Timika


Sekitar pukul 10.15 WIT pesawat approaching ke bandara di Timika. Sungguh kaget gw melihat kondisi alam Timika yang hancur karena limbah PT. Freeport. Sungai-sungai yang ada warnanya coklat lumpur dan ada satu kolam yang katanya bekas tambang perusahaan tersebut penuh limbah hasil produksi. Kolam lumpurnya Lapindo di Sidoarjo mungkin hanya sepersepuluhnya kolam bekas tambang Freeport tersebut. Sungguh menyedihkan.


(Katanya) Limbah PT. Freeport


Pukul 10.30 WIT pesawat mendarat di Bandara Mozes Kilanging di Timika. Bandara ini sangat sederhana, tapi jelas-jelas dibangun oleh PT. Freeport. Shuttle bus dan infrastruktur lainnya berlabel nama perusahaan Tersebut.

Di timika kita transit selama satu jam. Penumpang dipersilahkan turun ke ruang tunggu atau boleh juga menunggu di pesawat. Gw gak menyianyiakan kesempatan untuk menjejakkan kaki di Timika, walaupun hanya di bandara aja.


Bandara Mozes Kilangin, Timika


Sekitar pukul 11.30 WIT pesawat take-off lagi menuju Denpasar. Penerbangan menuju Denpasar ditempuh sekitar tiga jam. Untungnya penumpang dari Jayapura-Timika-Denpasar sangat sedikit. Jadilah gw duduk sendirian di seat no. 28 A-B-C. Di penerbangan ini juga disajikan makan siang dan snack.


Seat 28 A-B-C yang Kosong


Heading to Denpasar

Sekitar pukul 14.30 WITA pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai di Denpasar. Sama seperti transit-transit sebelumnya, selama satu jam tersebut penumpang dipersilahkan untuk turun ke ruang tunggu atau menunggu di pesawat.


Transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar


Selagi di ruang tunggu, gw iseng jalan-jalan di toko dan beli gelang-gelangan untuk si uni seharga IDR25.000.

Sekitar pukul 15.30 WITA pesawat kembali take-off menuju Jakarta. Kali ini pesawat penuh. Gw gak bisa senyaman beberapa jam sebelumnya. Di penerbangan ini kita Cuma dikasih makan siang (lagi) tanpa snack.


Pulaaaannnggg


Setelah sekitar 8,5 jam total waktu tempuh penerbangan, pukul 16.00 WIB pesawat akhirnya mendarat di Bandara Soekarno Hatta di Jakarta. Sebelum berpisah, gw tuker-tukeran foto selama di Jayapura dari kamera mas Yacub orang bangda kemendagri. Gw pulang naik damri ke kampung rambutan dan nyambung taksi ke rumah.

Sekian pengalaman September Ceria gw. Dalam tiga minggu gw berhasil menjejakkan kaki di lima pulau utama di Indonesia. Jakarta (Pulau Jawa), Pangkal Pinang (sebagai proksi Pulau Sumatra), Palangkaraya (Pulau Kalimantan), transit Makassar (Pulau Sulawesi), dan Jayapura (pulau Papua). Plus Denpasar di Pulau bali sebagai bonus. Hehehe..