Manado dan Bunaken - Part 1


Postingan kali ini akan bercerita tentang pengalaman gw jalan-jalan kunjungan kerja di provinsi paling utara di pulau Sulawesi akhir Maret 2012 lalu.

Senin, 26 Maret 2012
Jam 03.20 pagi gw udah naik ke mobil untuk menuju ke bandara. Kali ini gw diantar bokap dan nyokap karena kebetulan mereka ada keperluan di bandara. Ketemuan sama si Tita di Pondok Pinang jam 03.40, lanjut kita meluncur ke bandara.

Sampe bandara sekitar jam 04.45, gw langsung menuju konter drop baggage karena sehari sebelumnya gw udah online check-in, jadinya nggak perlu antri di konter check-in biasa yang seperti biasa mengular dengan panjangnya.

Jam 05.00 kita shalat subuh di mushala, lanjut ke ruang tunggu F7. Sekitar 10 menit nunggu di ruang tunggu, akhirnya jam 05.20 kita dipanggil untuk boarding dan take-off tepat waktu jam 05.40 WIB. Perjalanan ke Manado kali ini Garuda Indonesia GA600 tujuan Ternate yang akan transit di Manado.

Selama hampir tiga jam penerbangan, gw sibuk menyelesaikan draft proposal untuk Bank Mandiri. Iya betul, ini adalah kerjaan kantor satu gw, sedangkan perjalanan ke Manado adalah kerjaan kator dua. Maklum double agent, hehehe..

Sekitar pukul 10.00 WITA pesawat mendarat di Bandara Sam Ratulangi di Kota Manado. Ini pertama kalinya gw menjejakkan kaki di Manado, meskipun yang ketiga kalinya menjejakkan kaki di pulau Sulawesi.

Bandara Sam Ratulangi

Setelah urusan bagasi selesai, kita langsung cari taksi untuk menuju hotel. Calo untuk taksi bertebaran dimana-mana, tipikal bandara di Indonesia. Bahkan kita menggunakan calo yang udah nawarin taksi ke kita waktu lagi nunggu bagasi. Kita sepakat untuk bayar IDR 70.000 untuk ke hotel kita di kawasan jalan Jendral Sudirman. Taksinya pun bukan taksi resmi seperti Blue Bird, melainkan kijang Innova yang disupiri sama mas-mas bertato dan bercelana pendek.

Sebenarnya banyak taksi Blue Bird di Manado dengan tarif yang sama dengan di Jakarta, tapi mereka nggak berani masuk ke bandara untuk ngambil penumpang karena bandara sudah dikuasai sama taksi-taksi gelap itu, mereka hanya berani mengantar penumpang aja. Kalau mau repot, keluar bandara tinggal belok ke arah kiri ke gerbang depan bandara, jarak gedung bandara dengan gerbang kurang lebih 500 meter. Di depan gerbang udah banyak taksi Blue Bird yang lalu lalang.

Sekitar satu jam perjalanan kita sampe di hotel. Sebenarnya jarak bandara ke Jalan Jendral Sudirman nggak terlalu jauh. Paling sekitar 15 kilo meter, tapi ternyata di Manado sudah banyak kemacetan yang menghambat perjalanan kita.

Kali ini kita menginap di Swiss-Belhotel Maleosan. Hotel ini udah kita booking dengan government rate dari Jakarta beberapa hari sebelumnya. Tarifnya IDR505.000 per malam untuk Superior Room dengan tempat tidur twin. Gw dapet kamar no. 510 dan si Tita di no. 509. Hotelnya bagus dan lokasinya strategis. Sangat recommended.

Room No. 510, Swiss-Belhotel Maleosan Manado

Setelah menyelesaikan urusan administrasi, kita istirahat sebentar. Sementara gw juga ngirim kerjaan yang sudah gw selesaikan di pesawat ke rekan kantor satu gw.

Sekitar jam 13.00 setelah shalat zuhur dan ashar, kita berdua jalan ke Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Utara. Kita naik angkot sesuai dengan yang dikasih tau sama petugas hotel dan turun di dekat gramedia.

Ongkos angkot disini IDR 2.000 jauh dekat. Angkotnya pun lucu, semua tempat duduk menghadap ke depan. Baris pertama ada dua tempat duduk yang nempel satu dan lainnya, baris kedua juga ada dua tempat duduk tapi dipisahkan oleh gang, dan baris ketiga ada tiga tempat duduk.

Angkot di Kota Manado

Sesampainya di Dinas Pendidikan, semua orang yang akan kita temui sedang menghadiri upacara pemakaman. Pada saat yang sama sepertinya memang ada seorang tokoh penting kota Manado yang meninggal. Akhirnya kita hanya sempat reschedule jadwal pertemuan untuk esok harinya.

Karena memang tidak ada janji rapat lagi, setelah dari Dinas Pendidikan kita jalan ke arah pantai untuk menuju Manado Town Square. Berbekal GPS, kita jalan kaki menyusuri pusat pertokoan yang ada di sepanjang pantai. Dan ternyata jauh banget sampe-sampe kita ngelewatin beberapa mall.

Sesampainya di Manado Town Square sekitar jam 15.00 WITA, kita langsung nyari tempat makan. Tertarik dengan diskon 50% yang ditawarin sama Excelso café, mampirlah kita disana. Gw pesen steak ikan dori dan iced coffee seharga sekitar IDR 100.000, tapi karena dapet diskon, jadi cuma bayar sekitar IDR 50.000.

Ikan Dori Goreng Flakes dan Iced Coffee

Setelah makan, si Tita balik ke hotel sedangkan gw pengen nonton the Raid di bioskop Manado Town Square tersebut. Mumpung ada waktu dan sekalian nyobain bioskop di Manado, hehehe…

Selesai nonton sekitar jam 20.30 WITA, gw kembali ke hotel dengan angkot 02, terus turun di zero point untuk jalan kaki sekitar 1 km ke arah hotel. Jam 21.00 gw sampe di hotel, beres-beres, lanjut gw internetan pake free wifi sebentar di lobby, baru deh tidur.


Selasa, 27 Maret 2012
Sekitar jam 07.00 pagi gw turun ke restoran di lantai 2. Si Tita udah makan duluan, iya emang emte dia. Gw mulai dengan appetizer bubur manado, lanjut makanan berat, dan ditutup dengan buah. Sayang sekali menurut gw rasa makanannya nggak terlalu enak. Salah satu kelemahan utama dari hotel ini.

Untuk agenda hari ini, gw dan Tita bagi-bagi tugas. Tita akan mengunjungi Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja, sedangkan gw akan mengunjungi Universitas Sam Ratulangi dan Poltek Negeri Manado. Kebetulan banget bokap gw punya kontak orang penting di kedua institusi yang akan gw kunjungi, jadi cukup memudahkan gw dalam bikin janji.

Setelah makan, si Tita langsung meluncur memenuhi tanggung jawabnya, sedangkan gw kembali lagi ke kamar, karena gw janjian sama orang Universitas Sam Ratulangi sekitar jam 10.00 di hotel Aryaduta, cukup dekat dari Swiss-Belhotel.

Jam 09.30 gw naik angkot ke Hotel Aryaduta, gw ketemuan sama orang unsratnya di salah satu coffee shopnya. Disitu gw beli hot cappuccino dan croissant keju. Gw nggak tau harganya karena ditraktir si bapak itu, hehehe..

Setelah ngobrol-ngobrol sekitar satu jam, gw pamit dan dapet sms dari orang Poltek Negeri Manado, kalau dia lagi di Jakarta dan minta ketemuan di Jakarta aja, hahaha.. jauh-jauh nyamperin ke Manado, orangnya lagi di Jakarta.

Setelah itu gw menghubungi Pramono, kenalan gw orang Bappeda Sulawesi Utara yang pernah kenalan semasa kerja di Bappenas dulu. Gw jalan menuju kantor Bappeda yang bersebelahan dengan kantor gubernur Sulawesi Utara di jalan 17 Agustus. Naik taksi Blue Bird hanya sekitar 15ribu rupiah dari hotel Aryaduta.

Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Utara

Sempet ngobrol-ngobrol dikit sama si Pram di kantor Bappeda, gw minta beberapa data yang terkait dengan kerjaan gw di Manado.

Selesai ketemuan sama si Pram, sekitar jam 13.00 gw naik taksi menuju Universitas Sam Ratulangi, simply untuk foto di depan rektoratnya. Setelah dapet foto di depan rektoratnya, gw jalan lagi kearah Malalayang dengan berbekal GPS.

Universitas Sam Ratulangi

Tujuan gw ke Malalayang adalah untuk makan siang, karena menurut Ersya, temen SMA gw yang kerja di BPKP Sulawesi Utara, di Malalayang yang terletak di outskirt kota Manado atau beberapa kilometer arah barat daya kota Manado, banyak restoran-restoran yang menjual makanan khas kota Manado.

Dampak dari terlalu percaya dengan GPS adalah: gw terbiasa jalan kaki kemana-mana. Ternyata jarak dari Universitas Sam Ratulangi (tempat gw mulai jalan kaki) sampe kumpulan restoran di Malalayang itu sekitar 5 kilometer. Alias jauh banget bok.. Tapi jadinya gw bisa ngeliat peradaban di pinggiran kota.

Sekitar jam 14.30 gw sampe di restoran Ocean 27. Gw masuk di restoran ini karena rame banget dan ternyata pernah dikunjungi sama pak Bondan. Gw pesan ekor bobara, sayur kakap, dan es teh manis cuma sekitar IDR 36.000. Murah banget mengingat ekor bobara itu gede banget dan enak. Restoran ini juga letaknya di pinggir pantai, jadinya kita makan dengan latar belakang laut dan pulau Bunaken.

Restoran Ocean 27, Malalayang - Manado

Selesai makan gw balik ke hotel dengan menggunakan angkot. Sampe hotel sekitar jam 16.00. Sebelum balik ke kamar, gw booking tour untuk ke Bunaken dulu di Maleosan Tour and Travel yang ada di lobby Swiss-Belhotel.

Berhubung ini adalah weekdays dan bukan musim libur, peserta tour hanyalah gw dan Tita. Walhasil satu orang harus bayar IDR 800.000 diluar peralatan snorkeling, karena kita harus menyewa satu kapal besar sebagai fixed cost terbesar. Padahal kalau pesertanya 10 orang, biaya per orang hanya IDR 300.000. Tapi ya mau diapain lagi, mumpung udah sampe sini.

Setelah itu gw kembali ke kamar untuk istirahat.

Jam 19.00, gw dan Tita janjian di lobby untuk makan malam. Seperti yang telah kita browse sebelumnya, kita mau makan Nasi Kuning Saroja yang sangat terkenal di situs-situs kuliner.

Setelah kita tanya ke petugas hotel, mereka merekomendasikan untuk naik taksi. Setelah taksi datang, ternyata lokasinya cuma sekitar 1 kilometer dari hotel dan kita terpaksa bayar biaya minimum taksi seharga IDR 20.000, karena taksinya dipanggil ke hotel.

Nasi Kuning Saroja yang terletak di Jalan Diponegoro ini adalah nasi kuning biasa dengan tambahan telur rebus dan bumbu ikan asap, khas Manado banget sih aromanya. Satu piring harganya IDR 16.000. Rasanya sih menurut gw nggak terlalu berbeda dengan nasi kuning yang ada di Jakarta. Setidaknya been there done that aja lah ya..

Nasi Kuning Saroja

Setelah makan, kita kembali ke hotel dengan jalan kaki, yang ternyata cuma sekitar 20 menit aja. Sampe hotel sekitar jam 20.30, beres-beres, dan istirahat.



*bersambung ke post berikutnya

South East Asia Trip - Part 4


Jumat, 17 Februari 2012
Jam 09.00 pagi kita udah siap masuk ke Grand Palace. Begitu pintu gerbang dibuka, kita langsung ngacir ke loket tiket. Tarif untuk satu orang adalah THB 450. Agak mahal memang, tapi kalau ke Bangkok nggak ke Grand Palace tuh ibarat ke Jogja tapi nggak ke Keraton, ada yang kurang.

Isinya Grand Palace kurang lebih mirip dengan Royal Palacenya Kamboja. Konsepnya juga sama, ada rumah raja dan ada berbagai temple untuk tempat sembahyangnya yang penuh dengan lapisan emas.

Grand Palace Thailand

Sekitar jam 10.00 kita balik ke hotel untuk ganti baju, dan jalan lagi ke Khaosan Road menuju travel agent tadi malam. Di travel agent inilah kita akan dijemput untuk menuju Pattaya.

Sementara nunggu jemputan, kita juga sempet beli KFC untuk makan siang. Gw beli bubur ayam dan paket burger seharga THB 98.

Jemputan dateng sekitar jam 11.00 berupa van. Van tersebut mengantarkan kita bertiga ke terminal Saitai, untuk kemudian nyambung bis. Di terminal ini gw sempet jajan milo dan air mineral di 7eleven seharga THB 20.

Perjalanan dari terminal Saitai ke Pattaya lumayan lama, ditambah bisnya jalannya lelet banget. Sekitar jam 15.00 kita baru sampe di terminal bis Pattaya. Di terminal bis ini ada petugas informasi yang baik banget nyamperin turis untuk membantu kita.

Salah satu tujuan kita ke Pattaya adalah pengen nonton cabaret, dan si petugas tersebut nyaranin kita untuk ke tourist information centre yang ada di sebelah terminal.

Disitu kita mau pesen tiket Tiffany Show untuk sore jam 18.00. Tapi sayang sekali tiketnya udah habis. Mbak-mbaknya (semoga dia memang terlahir sebagai perempuan) nyaranin nonton Alcazar Show aja, sama-sama cabaret, cuma Alcazar ini pemain baru, nggak kayak Tiffany yang sudah lama ada. Perbedaan lainnya adalah pemain di Tiffany adalah pemenang lady boy contest, jadi lebih cantik-cantik dibanding Alcazar. Tapi tetep aja cowo ye cyin.. cus..

Akhirnya kita beli tiket yang Alcazar untuk pertunjukan jam 18.00 seharta THB 600 per orang.

Selanjutnya kita naik shuttle dari terminal menuju pantai Pattaya, bentuknya semacem omprengan di Pasar Minggu ke Depok gitu deh. Tarifnya THB 20 per orang.

Sampe pantai sekitar jam 16.00, kita makan KFC yang tadi siang dibeli di Bangkok, dan foto-foto di pantainya. Pantai Pattaya lumayan bersih, meskipun nggak sebesar Kuta dan pasirnya nggak sebagus Pantai Patong di Phuket. Tapi feel liburan sungguh terasa di pantai ini. Suatu saat gw pasti balik lagi untuk liburan disini.

Pattaya Beach

Setelah main di pantai kita jalan ke Hard Rock Café Pattaya. Wajib banget untuk foto di depan tulisannya. Di sini gw juga beli gelas kecil bertuliskan Hard Rock Café Pattaya di merchandise shopnya seharga THB 250.

Hard Rock Cafe Pattaya

Ada kejadian lucu pas beli gelas kecil itu, pas gw mau nanya ke mbak-mbaknya harga gelas tersebut, si mbak menjawab dengan suara parau. Awalnya gw pengen ngegodain: “flu ya mbak?”, tapi pas gw melihat wujud asli si mbak itu dengan seksama: TRANSGENDER..!! okay, just pay and leave at once then.. byebye..

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00, kita jalan menuju jalan Sol 4 dimana gedung Alcazar Show berada. Kita sempet mampir ke salah satu mall yang ada disana untuk beli Blizzard, seperti biasa. Blizzard green tea hanya seharga THB 25, sepertiga harga di Jakarta.

Setelah makan Blizzard kita langsung menuju gedung Alzacar Show, tuker kuitansi jadi tiket, ngambil free drink, dan masuk ke ruang pertunjukan. Tempat duduk kita sungguh bagus, tepat di tengah. Dan di depan kita ada seorang ibu dan dua anak ABGnya yang lagi ngambek. Iya, mereka orang Indonesia dan ibunya mirip si Phia temen kampus gw. Hal tersebut diaminin juga oleh Mete.

Pertunjukannya keren, banyak yang cantik-cantik dan seksi parah meskipun sebagian besar dari mereka adalah COWOK. Kagak napsu juga sih jadinya -____-“

Alcazar Show

Setelah pertunjukan berakhir, seluruh lady boy itu keluar ke lapangan parkir dan para penonton bisa foto bareng dengan membayar THB 40. Terlihatnya sih cewek banget dengan dandanan super menor dan baju yang cuma nutupin bagian-bagian penting, tapi pas ngomong: “Mister-mister, kem hir, tek a voto” dengan suara COWOK.. oh takuuttt..

Lady Boy, Sekali foto bareng THB 40

Setelah dari Alcazar, kita bertiga sempet duduk dengan manis di Pizza Hut untuk makan malem. Tapi batal karena ternyata ada menu pork. Jadilah kita keluar lagi. Akhirnya kita makan di restoran arab di seberang Pizza Hut. Gw pesen Tom Yum Gung dengan steam rice seharga THB 195.

Untuk kembali ke terminal bis Pattaya, kita harus nyewa omprengan yang tadi seharga THB 100, nggak bisa bayar per orang. Sampe di terminal bis udah jam 21.00. Bis ke Bangkok cuma tersisa yang tujuan terminal Ekkamai keberangkatan jam 21.40 seharga THB 113.

Kita sempet nanya ke supir bisnya kira-kira bisa turun di deket Khaosan Road gak. Tapi kita menyerah karena si supir sama sekali nggak bisa bahasa inggris dan nggak bisa baca huruf latin juga. Pokoknya mencoba sedekat mungkin ke Bangkok aja.

Begitu mulai memasuki Bangkok, gw ngeliat ada stasiun kereta Shukumvit. Langsunglah kita turun disana. Setelah ngebaca rute kereta, kita naik kereta tujuan National Stadium seharga THB 40, nyambung taksi ke hotel THB 25.

Sampe hotel udah lewat jam 23.00, langsung istirahat.


Sabtu, 18 Februari 2012
Jam 07.00 pagi gw udah check-out dan nitip tas ke resepsionis. Setelah itu kita bertiga langsung meluncur ke Chatuncak Market dengan menggunakan taksi dengan tarif THB 75.

Chatuncak Market adalah pasar terbesar di Asia Tenggara yang hanya buka pas weekend. Segala macem barang ada, mulai dari makanan, baju, souvenir, perhiasan, sampe binatang juga ada.

Chatuncak Market


Sebagai pembuka, gw beli masala bread yang diclaim halal sama penjualnya seharga THB 3. Lanjut gw beli gantungan kunci dan tempelan kulkas sebagai oleh-oleh massal seharga THB 75, tusuk gigi bertuliskan Bangkok seharga THB 100, Piring hiasain seharga THB 100, buah-buahan keramik ukuran mikro seharga THB 50.

Jam 10.00 kita break sebentar untuk beli milk green tea yang enak banget seharga THB20. Setelah minum, Mete dan Neneng kembali ke hotel untuk menuju bandara. Mereka akan berangkat ke Kuala Lumpur menggunakan pesawat sore, sedangkan gw juga akan transit ke Kuala Lumpur dengan pesawat malam. Disinilah akhirnya kita bertiga berpisah.

Milk Green Tea

Setelah pisah, alih-alih pulang, gw malah lanjut belanja sampe-sampe gw harus nukerin sisa US Dollar ke THB karena kehabisan Baht. Gw beli dasi buat bokap dan ipar dan bros gajah-gajahan buat kakak dan nyokap.

Setelah selesai belanja, sekitar jam 11.30 gw menuju stasiun kereta Chatuncak Market untuk naik kereta secara random. Gw pilih untuk turun di stasiun Lumpini karena di dekat stasiun itu ada taman random juga. Tarif kereta THB 40.

Keluar stasiun Lumpini, gw foto-foto di patung yang ada di depan Lumpini park, lalu masuk ke Lumpini park dan jalan-jalan random di dalem taman tersebut. Ada yang lagi latihan tai chi juga di dalem taman itu.

Dari taman lanjut gw ke daerah Shukumvhit, jalan kaki sekitar 5 menit dari Lumpini park. Sampe Shukumvit udah jam 12.30, dan satu-satunya yang gw bisa makan adalah KFC. Sempurna sudah gw tiap hari makan KFC sejak keberangkatan. Gw beli paket ayam seharga THB 59.

Abis makan gw jalan kaki kearah Chulalongkorn Univeristy yang dapat ditempuh jalan kaki kurang lebih 30 menit. Agak jauh sih, tapi sekalian liat-liat dan menghabiskan waktu menjelang ke bandara. Sedikit foto-foto didepan plang universitas tersebut.

Dari Chulalongkorn Univeristy, gw lanjut ke stasiun kereta untuk kembali menuju hotel. Transit di national stadium, lanjut naik taksi, sampailah kembali gw di hotel sekitar jam 15.45. Sebelumnya gw juga udah booking shuttle dari hotel ke bandara seharga THB 150 untuk keberangkatan jam 16.00

Selagi nunggu shuttle, gw baca Koran berbahasa inggris yang ada di lobby dan ternyata pada hari selasa, atau 4 hari sebelumnya, di daerah Shukumvit yang tadi gw kunjungi ada ledakan bom. Untung pada saat bom itu meledak, gw masih ada di Vietnam.

Jam 16.00 lewat dikit shuttlenya datang. Lagi-lagi Toyota commuter, favoritnya orang Thai. Di dalem udah ada 5 orang bule dan satu orang Jepang. Perjalanan sekitar satu jam dan sampailah gw di Suvarnabhumi International Airport jam 17.00. Agak super kecepetan secara pesawat gw ke Kuala Lumpur adalah jam 20.40.

Suvarnabhumi International Airport


Akhirnya gw dengan isengnya pengen nyobain kereta khusus bandara. Dari lantai 4 yang khusus untuk keberangkatan, gw turun ke basement dimana stasiun kereta berada.

Dengan isengnya gw beli tiket ke stasiun Ban Thap Chang yang berjarak dua stasiun dari Suvarnabhumi Airport dengan harga THB 25. Sesampainya di Ban Thap Chang, gw keluar bentar, foto-foto, balik lagi ke bandara dengan kereta yang sama. At least been there done that lah. Dan cukup efektif menghabiskan waktu. Gw pun mencapai kesimpulan kalau lain kali mau ke bandara, jangan naik shuttle, naik kereta aja karena jauh lebih predictable dan murah.

Sesampainya di Bandara udah sekitar jam 19.00, gw langsung shalat magrib dan isya di mushala yang ada di lantai 2. Lanjut gw langsung ke pintu imigrasi karena gw juga memanfaatkan fasilitas online check-in airasia. Sangat menghemat waktu dibandingkan manual check-in biasa.

Antrian imigrasi lumayan panjang, gw ngantri sekitar 20 menit. Setelah melewati imigrasi, kita harus ngelewati hand baggage scanner, termasuk belt harus dilepas dan dimasukin ke x-ray scanner.

Pada saat yang sama gw masih megang uang sebanyak THB 55 dalam bentuk recehan, yang sudah pasti nggak akan bisa dituker jadi rupiah nantinya. Oleh karena itu, gw muter-muter di took-toko yang ada di ruang tunggu dan akhirnya gw mendapatkan kombinasi kacang garing seharga THB 25 dan air mineral seharga THB 30, sehingga tepat habislah Baht gw.. bangga..

Sekitar jam 20.20 pesawat boarding dan take-off tepat waktu jam 20.40. Orang disebelah gw waktu itu mirip banget sama Keanu Reeves, ampir gw minta foto bareng, hahaha.. ternyata setelah ngintip sampul paspornya, dia orang Kanada.

Setelah penerbangan sekitar 2 jam, pesawat mendarat di LCCT KLIA di Kuala Lumpur pada pukul 23.30 waktu KL. Setelah melewati imigrasi, gw yang belum sempat makan malam ini terpaksa menukarkan IDR 100.000 menjadi sekitar MYR 33 untuk beli makan malam dan jajanan menjelang keberangkatan ke Jakarta besok pagi jam 07.00.


Minggu, 19 Februari 2012
Jam 00.00 dini hari ini gw beli makan malam di McD, paket burger seharga MYR 14,30. Awalnya gw pikir bakalan krik..krik.. nginep di LCCT ini, ternyata salah besar. Hampir semua meja yang ada di McD penuh sama orang yang nginep, alias udah selesai makan tapi nggak langsung pergi.

Selesai makan, gw pindah mangkal ke Starbucks. Seperti biasa gw beli Hot Cappucino seharga MYR 10,5. Di starbucks nggak jauh beda dengan McD, hampir semua kursi penuh sama orang yang nginep, termasuk gw, hehehe. Gw sempet kenalan sama mbak-mbak dari Connecticut, AS namanya Jane. Kenalannya berawal dari dia yang duduk di meja sebrang gw minta dijagain tasnya selagi dia ke wc. Terus gw juga minta jagain tas gw juga ke dia pas gw mau ke wc. Ngobrol-ngobrol dikit, dia mau ke Sibu, disana dia mau nulis buku. Tapi sekitar jam 04.00 dia pergi duluan dari starbucks. Selama di starbucks untungnya ada wifi gratis, jadi gw bisa internetan pake hp.

Mbak Jane dan Beberapa Penginap Gratis di Starbucks LCCT

Jam 05.00 gw mulai bergerak menuju international departure hall. Berhubung juga gw udah check-in online, gw bisa langsung ke pintu imigrasi. Sampe ruang tunggu gw beli minuman kaleng untuk ngabisin ringgit.

Sekitar jam 06.30 pesawat boarding dan take-off tepat waktu jam 07.00 waktu KL. Setelah sekitar 2 jam penerbangan, jam 08.00 WIB pesawat mendarat di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Ini pertama kalinya gw menjejakkan kaki di terminal 3. Ternyata ada pintu imigrasinya juga meskipun cuma ada 2 loket.

Setelah terbebas dari imigrasi, gw langsung naik damri ke pasar minggu, nyambung taksi dan sampe di rumah jam 10.30. Dan harus menerima kenyataan kalau besokannya adalah hari Senin. Hiks.








*fin

South East Asia Trip - Part 3


Rabu, 15 Februari 2012
Jam 06.00 pagi gw udah siap berangkat. Sebelum meninggalkan hotel gw sempet minta air panas ke resepsionis untuk bikin bubur ayam instan yang dikasih si Neneng tadi malem.

Setelah nyamperin Mete dan Neneng di depan hotel mereka, kita langsung naik ke tuktuk yang sama menuju terminal bis. Sampe terminal bis, kita nunggu sebentar, naik bis sekitar jam 06.45, agak delay sedikit bisnya.

Bis menuju Siem Reap ini jauh lebih sederhana dibandingkan bis dari HCMC kemarin. Kali ini bisnya super banyak berenti untuk naikin orang di tengah jalan. Bisnya juga jadi penuh sesak. Sebentar, penuh sesak masih mending, yang bikin parah adalah: di tengah jalan ada yang muntah. Jadilah satu bis bau anyir.. doohh.. Mana ibu-ibu disamping gw kerjaannya ngajak ngobrol melulu lagi. Iya betul, dengan bahasa Khmer.. Mana ngarti aing bu.. *tarik2 rambut unyu* *anjir gw ngetik apa barusan?? unyu??!!*. Gw cuma bisa nyengir ala kuda tiap kali ibu itu ngomong. Semoga seluruh kalimat dia adalah pernyataan ya, kalau ternyata pertanyaan, dan gw jawab dengan senyuman, agak-agak pranggg dikit ya? Ibarat dia nanya: “halo, nama kamu siapa?” gw: *nyengir*. Oke selesai pembahasan tentang obrolan dengan si ibu. Semoga si Ibu nggak ngira gw gila, percuma ganteng tapi gila.. *eh terus dibahas deh*

Setelah berjam-jam dan singgah di sebuah rest area, akhirnya bis sampe juga di terminal Siem Reap sekitar jam 14.00. Kita langsung menuju hotel dengan menggunakan tuktuk dengan tarif USD 1 per orang.

Kali ini hotel gw dan kedua perempuan itu berbeda. Hotel gw di King-Angkor Villa yang terletak di salah satu jalan besar di Siem Reap, within walking distance dengan night market yang sangat terkenal di kota ini. Kamar private tanpa AC lengkap dengan tv satelit dan kamar mandi dalam hanya seharga USD 4,6 per kamar per malam. Kamarnya relatif bersih dan besar. Super worth it dengan harga segitu.

Kamar 102 King Angkor VIlla

Setelah shalat zuhur dan ashar, gw booking tiket bis tujuan Bangkok seharga USD 11 untuk keberangkatan pukul 06.00 esok paginya.

Selanjutnya gw dijemput Mete dan Neneng dengan menggunakan tuktuk yang disewa seharian, gw agak lupa berapa tarifnya, cuma kalau nggak salah sih sekitar USD 15an juga untuk bertiga.

Tujuan pertama tidak lain tidak bukan adalah Angkor Wat. Di perjalanan gw kembali mampir di KFC sebagai makan siang yang gw makan di tuktuk. Gw beli paket burger plus telur seharga hanya USD 1,65.

Setelah perjalanan sekitar 15 menit, sampailah kita di loket karcis Angkor wat. Tarif per orang untuk satu hari adalah USD 20. Kalau beli sekaligus untuk satu minggu bisa lebih murah. Agak mahal memang, tapi sangat-sangat sepadan.

Di kompleks candi ini kita mengunjungi beberapa candi-candi kecil seperti Bentik Day, Elephant temple, dan Takew Temple. Dan tentunya tiga candi terbesar utama: Banyon, Taprom, dan Angkor Wat. Angkor wat ini sungguh keren, nggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kalau anda mabok mengelilingi Borobudur, pikirkan lagi kalau anda mau mengelilingi Angkor Wat. Jauuuuhhh lebih besar.

Banyon Temple dan Angkor Wat

Kita main-main di Angkor Wat sampe sunset. Di perjalanan pulang, kita balik lagi ke KFC untuk beli makan malam dan dimakan di hotelnya si Mete. Sekitar jam 19.00 kita sampe di hotelnya Mete. Kita makan malam, istirahat sebentar, lanjut lagi jalan ke Siem Reap Night Market.

Siem Reap Night Market ini rame banget dan penuh dengan barang-barang untuk oleh-oleh. Tentu saja keahlian nawar sangat penting disini. Gw sangat terbantu dengan adanya Mete yang muka badak dalam hal tawar menawar. Disini gw melengkapi koleksi tusuk gigi dan bola kaca dengan tulisan Cambodia seharga USD 6 dan gelang perak bentuk gajah-gajahan buat kakak gw. Di pasar ini gw juga jajan semacem sirup seharga USD 1, green tea seharga KHR 3.000, dan banana pancake seharga KHR 3.000.

Siem Reap Night Market

Abis dari pasar gw berpisah dengan kedua perempuan itu. Mereka balik ke hotel dan gw sedikit jalan-jalan ke Pub Street, sebuah jalan yang isinya restoran dan Pub, mirip dengan Bangla Road di Phuket atau Legian di Bali, dan isinya turis semua. Seru banget.

Pub Street di Siem Reap

Sekitar jam 22.00 gw baru sampe lagi di hotel, mandi, shalat, packing, dan tidur.


Kamis, 16 Februari 2012
Jam 05.30 pagi gw bertiga udah standby di depan hotel gw untuk kemudian dijemput sama agen bis ke Meeting Point. Kita dijemput pake tuktuk. Di tuktuk tersebut udah ada seorang bule dari Amerika Serikat namanya Mike. Kita sempet ngobrol-ngobrol dikit.

Sampe di meeting point, udah ada sekitar 16 orang, mayoritas bule, yang siap berangkat. Ada pula solo traveller asal inggris yang masih mabok. Kerjaannya ngeluh dan teriak2 doang.

Ternyata kita berangkat nggak pake bis, melainkan pake van Toyota Commuter. Keenambelas orang tersebut dibagi menjadi dua van, dan kita bertiga kebagian satu van sama si orang mabok itu. Untungnya dia duduk paling belakang dan gw ditengah agak kedepan. Si Mike ada di van yang berbeda. Sekitar jam 07.00 van berangkat.

Sekitar jam 09.00 van tiba di daerah Poipet yang merupakan daerah perbatasan Kamboja dan Thailand. Sekitar beberapa ratus meter dari border, kita berhenti sebentar di pool van itu untuk ditempelin stiker merah di baju kita dan dikasi pengarahan kalau dalam 5 menit lagi kita akan tiba di border, kita harus jalan sendiri dan bawa seluruh barang, kemudian masuk ke Thailand, lalu nanti akan ketemu sama orang Thai yang merupakan rekanan travel kita untuk kemudian pindah van ke Bangkok.

Sampe di border Kamboja, bentuknya sama sekali nggak kayak border, sungguh sederhana, malah cenderung kayak loket tiket kereta di stasiun. Setelah dapet cap “Departed”nya Kamboja, kita harus jalan beberapa ratus meter ke border Thailand. Sepanjang proses ini kita selalu bareng sama bapak-bapak dari Belanda dan sepasang orang Australia yang tadinya satu van sama kita.

Border Kamboja di Poipet

Begitu sampe di border Thailand, kita agak bingung karena suasananya sungguh crowded dan minim petunjuk. Setelah dapet pentunjuk untuk antri di barisan yang  benar, dibutuhkan lebih dari 30 menit untuk antri dapet cap “Arrived”nya Thailand karena super rame banget, sepertinya ada rombongan TKK (Tenaga Kerja Kamboja) masuk ke Thailand.

Ini kedua kalinya gw masuk ke Thailand, setelah dua tahun lalu sempat menyambangi Phuket.

Setelah terbebas dari imigrasi, memang benar ada satu orang yang ngumpulin kami yang menggunakan stiker merah. Setelah semuanya lengkap, kami diajak menuju terminal bis Aranyaprathet. Aranyaprathet adalah nama daerah perbatasan di Thailand yang berbatasan langsung dengan Kamboja. Di terminal bis itu kita kembali naik van Toyota Commuter, lengkap dengan tambahan penumpang mbak-mbak trangender.. huaaaa.. ceyem..

Sempet ngobrol sama si bapak-bapak Belanda tadi, dia kapok jalan darat dari Siem Reap ke Bangkok lagi. “Next time I will take the plane. I’ll cost me only USD 200 or 250 for 30 minutes flight”. Oke deh pak, buat gw sih selisih antar van yang cuma USD 11 dan pesawat yang USD 250 sih jauh banget ya pak, mending gw seharian naik van dah..

Sekitar jam 15.00 kita sampe di Bangkok di salah satu ujung Khaosan Road. Kita langsung menuju hotel. Kita coba naik taksi, eh sama si abang taksinya dianter ke deket hotel gratis, karena ternyata hotel kita super deket sama tempat turun dari van tadi.

Hotel gw adalah KS Guesthouse, dengan alamat di 133 Prasumen Rd Chanasongkram Pranakorn, Khaosan. Tarif per malam sekitar IDR 90.000 untuk kamar single, kamar mandi dalam, tanpa AC tapi punya jendela dengan pemandangan yang bagus. Lokasinya juga bagus, dipinggir jalan besar dan cuma sekitar 5 menit jalan kaki ke Khaosan Road, pusatnya turis. Mete dan Neneng nginep di hotel yang berbeda dan terletak di gang kecil. Gangnya sih cuma berjarak beberapa meter dari hotel gw.

Sekitar jam 16.00 setelah shalat zuhur dan ashar, kita langsung jalan lagi ke Grand Palace naik taksi seharga sekitar THB 12. Taksi di kota ini murah, makanya kita kemana-mana selalu naik taksi. Cuma ya siap-siap mengerahkan semua bahasa tubuh, secara mayoritas supir taksi nggak bisa bahasa inggris.

Sayangnya ternyata Grand Palace tutup jam 15.00. Terpaksa kita balik lagi besok pagi. Kita lanjut jalan ke arah kanan Grand Palace menuju sungai Chao Praya untuk nyebrang ke Wat Arun. Wat Arun ini adalah salah satu temple tertinggi di Bangkok dan terletak di seberang sungai Chao Praya. Tarif masuk Wat Arun adalah THB 50.

Ada perahu yang sebagai transportasi umum menuju Wat Arun dan dilayani di sebuah pelabuhan kecil yang agak kurang terlihat dari jalan. Dari Grand Palace, jalan ke arah kanan, mentok belok kiri, ikutin jalan sampe ujung Grand Palace, di sebelah kanan jalan ada seperti pasar cinderamata, masuk aja ke pasar itu, di bagian belakangnya adalah pelabuhan kecil tersebut. Tarif sekali nyebrang adalah THB 3 per orang.

Wat Arun dari Sebrang Sungai Chao Praya

Dari Wat Arun kita lanjut ke Wat Pho. Tempatnya persis diseberang pelabuhan tersebut. Wat Pho adalah salah satu temple yang ada patung Reclining Budha alias Budha Tidur didalamnya. Tarif masuknya THB 100. Disini kita dapet air mineral gratis. Disini juga kita ketemu rombongan ibu-ibu dari Indonesia yang rempong banget. Kerjaannya ketawa-ketiwi dan jejeritan. Agak malu dikit sih.

Reclining Budha di Wat Pho

Dari Wat Pho kita jalan kaki menuju Khaosan Road menyusuri pinggiran Grand Palace dan alun-alun kota. Sampe di Khaosan road sekitar jam 18.00, kita nyari makan di Burger King. Gw beli paket whopper seharga THB 189.

Abis makan, kita beli tiket bis ke Pattaya besok pagi jam 11.00 seharga THB 180 per orang di sebuah travel agent di Khaosan Road.

Abis beli tiket, si neneng balik ke hotel sedangkan gw dan Mete balik ke Chao Praya untuk ngambil foto Wat Arun malem-malem. Kita jalan kaki kesana dengan kaki yang udah super pegel ampir putus sambil ngedengerin ramalannya mete.

Kita foto-foto di taman di seberang Wat Arun sampe jam 21.00 sampe tamannya tutup. Abis itu kita balik lagi ke Khaosan Road naik tuktuk seharga THB 25 untuk sekedar minum es kelapa muda dan ngeliat kehidupan Khaosan Road yang hingar bingar Pub dan Kafe, dan penuh dengan turis. Disini gw beli es kelapa muda seharga THB 20 dan mangga seharga THB 20.

Khaosan Road at Night, Bule Bertebaran Dimana-mana

Es Kelapa Muda di Khaosan Road

Setelah puas jalan-jalan malem di Khaosan, kita kembali ke hotel masing-masing dan istirahat.






*bersambung ke postingan berikutnya






















South East Asia Trip - Part 2


Senin, 13 Februari 2012
Hari ini adalah jadwal gw ketemuan sama Mete dan Neneng di HCMC, rencananya mereka akan tiba di HCMC sekitar pukul 09.00 dari Singapura. Gw janjian di depan hotel mereka (gang hotel mereka cuma berjarak sekitar 10 meter dari hotel gw) jam 09.00.

Paginya sekitar pukul 07.00 gw sarapan di 7eleven di sebelah hotel. Gw makan mie instan yang ada logo halalnya seharga VND 7.000. Abis makan gw muter-muter dikit di sekitar hotel sambil nunggu ketemuan sama Mete jam 09.00 di hotel mereka. Gw sempet isi pulsa vinacell gw juga sebanyak VND 50.000.

Tapi sampe jam 09.30, mereka nggak juga nongol sampe akhirnya gw dapet kabar bahwa: Mete dan Neneng ketinggalan pesawat di Singapura.. Doooonnngggggg..!!! aya-aya wae nyak.. Mereka akan naik pesawat berikutnya jam 11.00 dari singapura, dan janjian ketemuan di hotel mereka jam 14.00.

Akhirnya gw jalan-jalan sendirian lagi. Kali ini gw iseng naik bis tanpa tau tujuan akhir bis tersebut. Gw naik bis yang ternyata menuju district 4 dengan tarif VND 4.000. Di perjalanan gw nemu semacem taman yang agak rame. Lalu turunlah gw di taman tersebut sambil foto-foto. Di tempat yang sama gw juga iseng masuk ke kampung-kampung sekitar. Bentuknya nggak jauh beda sama Jakarta.

Kampung di District 4

Sekitar jam 13.00 gw kembali ke District 1. Gw muter-muter ngelewati Art Museum dan minum Kopi tradisional Vietnam yang ada di kaki lima gitu seharga VND 10.000. Rasanya: super enak, asli lebih enak dari starbucks. Belom ke Vietnam kalau belum nyobain kopi ini.

Kopi Tradisional Vietnam

Selanjutnya gw makan siang di KFC yang berbeda dengan yang kemarin. Kali ini cukup beli paket dengan filet ayam, alih-alih satu potong ayam. Harganya VND 39.000, jauh lebih murah.

Waktu mendekati pukul 14.00 untuk janjian sama mete di hotelnya. Sebelumnya gw juga beli tiket Bis ke Pnom Penh keesokan harinya dengan keberangkatan pukul 06.45 seharga VND 210.000. Gw beli tiket bis di travel agent Lachongtours di sebelah hotel gw. Lanjut gw balik ke hotel untuk shalat zuhur dan ashar.

Jam 14.00 gw ketemuan sama mete di Buffalo Pub. Sedikit berbasa-basi dan ngecengin masalah ketinggalan pesawat, kita lanjut menuju Reunification Palace.

Reunification Palace adalah bekas istana pemerintahan Vietnam. Dari Bui Vien street dapat ditempuh dengan jalan kaki santai selama sekitar 30 menit. Tarif masuknya VND 30.000.

Reunification Palace

Lanjut kita menuju War Remnant Museum yang terletak sekitar 10 menit jalan kaki dari Reunification Palace. War Remnant Museum ini adalah musum yang menyimpan cerita dan sisa-sisa perang Vietnam lawan AS dulu. Tarif masuknya VND 15.000. Kita nggak terlalu lama di sini karena museumnya tutup jam 17.00.

Mayat Bayi Korban Perang Vietnam yang Diawetkan

Dari War Remnant Museum kita lanjut ke Notre Dame Cathedral yang juga cuma berjarak sekitar 300 meter dari Reunification Palace. Disini kita foto-foto di depan gereja. Tiba-tiba ada seorang ibu random naik motor, trus dia berhenti, turun dari motor, dan berdoa di pinggir jalan sambil menghadap patung bunda maria yang ada di depan Cathedral. Selanjutnya kita foto-foto di depan Kantor Pos yang letaknya persis di sebelah kanan Cathedral tersebut.

Notre Dame Cathedral dan General Post Office

Setelah dari Kantor Pos, kita jalan kaki menuju Ben Thanh Market untuk makan malam. Sekitar 30 menit jalan kaki, pukul 19.00, kita sampe di Ben Thanh Market untuk nyari Mie Pho yang halal. Sayang sekali setelah beberapa kali tawaf di Ben Thanh Market, semua restoran yang menjual Mie Pho juga menjual babi. Jadinya kita cuma beli buah-buahan segar aja sebagai pengganti makan malam.

Di jalan di samping Ben Thanh Market ini kalau malem berubah jadi pasar malem. Jalanannya ditutup dan diisi dengan pedagang-pedagang yang jualan berbagai macam makanan, souvenir, pakaian, dll.

Di pasar malam ini gw beli magnet kulkas berbentuk sepasang orang dengan pakaian tradisional Vietnam untuk oleh-oleh GHK seharga total VND 75.000 sama miniatur kapal Vietnam dari besi seharga VND 50.000.

Di perjalanan dari pasar kembali ke hotel, lagi-lagi mata gw yang tajam menangkap papan restoran halal yang menjual Mie Pho. Letaknya sekitar 200 meter di sebelah kanan Ben Thanh Market atau tepat di seberang taman. Ternyata yang punya adalah orang Malaysia juga. Mie Pho (dalam bahasa tradisional dibaca “Phe Bwa”) semangkuk seharga VND 90.000, lumayan lah rasanya, setidaknya udah pernah makan Mie Pho di tempat aslinya.

Setelah makan mie, kita nongkrong bentar di warung kopi kaki lima yang ada di sebrang taman. Gw beli kopi susu seharga VND 15.000. Rasanya sama enaknya. Super banget deh kopi Vietnam ini. Nggak heran kalau orang viet sangat suka nongkrong di warung kopi.

Ngopi Lagi

Setelah ngopi, kita balik ke hotel masing-masing, packing, dan istirahat.


Kesimpulan yang bisa gw dapet selama dua hari di Vietnam ini adalah: kota yang semrawut tapi cantik. Baik gedung-gedungnya, dan mbak-mbak asli sana juga cantik-cantik, hehehe.. Chinese nggak, melayu juga nggak. Semacem melayu blasteran Chinese gitu deh. Orang-orang disini juga ramah-ramah sama turis meskipun sangat sulit berkomunikasi akibat kendala bahasa.

Datanglah ke Vietnam kalau pengen ngerasain perasaan “kaya” yang dirasakan sama bule yang datang ke Indonesia. Tingkat harga di Vietnam kurang lebih separonya Jakarta.


Selasa, Valentine’s Day, 2012
Jam 6 pagi gw udah bangun, mandi, packing, check-out, lanjut sarapan mie instan di 7eleven disamping hotel lagi.

Sekitar jam 06.30 setelah selesai makan, gw balik ke depan hotel untuk ketemuan sama Mete dan Neneng nungguin jemputan menuju meeting point bis ke Phnom Penh.

Jam 06.30 tepat sebuah Toyota Commuter menjemput kami bertiga menuju Meeting Point Bis. Agen Bis yang kita pake adalah Soraya Transport dengan bis No. 186 rute Ho Chi Minh City ke Phnom Penh seharga VND 210.000 per orang. Bis ini defaultnya adalah bis double decker, tapi bagian bawah dimodifikasi jadi hanya untuk toilet dan bagasi. Seluruh penumpang menempati lantai dua dengan formasi tempat duduk dua-dua, lengkap dengan reclining seat dan air mineral.

Dua Gudang Makanan Gw di Bis Menuju Phnom Penh

Jam 06.40 kita tiba di meeting point di jalan Pham Ngu Lao dan langsung boarding. Kita adalah grup terakhir yang sampe di meeting point, sehingga bis bisa langsung berangkat on-time jam 06.45.

Sekitar 5 menit setelah bis berangkat, kondektur bis mulai mengumpulkan paspor para penumpang. Bagi penumpang yang membutuhkan visa, si kondektur juga memungut biaya visanya. Tujuannya pengumpulan paspor ini adalah sebagai salah satu service bis untuk ngantriin masing-masing paspor, jadi nanti di border kita tinggal nunggu nama kita dipanggil dengan manis aja.

Setelah beberapa jam perjalanan, sampailah bis di border Vietnam. Disini semua penumpang harus turun tanpa harus membawa barang bawaannya. Awalnya agak khawatir karena kita ngantri di Imigrasi tanpa membawa paspor. Ternyata kondektur kita tadi memang sudah mengorganisir pengecapan “Departed” masing-masing paspor sehingga kita nggak perlu ngantri dan “senyum” sama petugas imigrasi. Cukup tunggu sampe nama kita dipanggil, lewatlah kita dari imigrasi tersebut.

Setelah nama gw dipanggil, gw sempet ngisi arrival dan departure cardnya Kamboja. Lalu kita naik ke Bis lagi untuk beberapa menit, lalu sampailah kita di border Kamboja. Disini semua penumpang kembali harus turun, tapi kali ini kita megang paspor masing-masing, nggak dikoordinir sama kondektur lagi.

Setelah dapet cap “Arrived”nya Kamboja, bis jalan beberapa menit untuk kemudian berhenti di sebuah rest area selama 30 menit. Disini gw beli jagung rebus seharga USD 1. Jagungnya beda sama jagung yang ada di Jakarta, padet banget kayak makan ketan. Biasanya gw makan satu biji belom kenyang, ini ngabisin satu jagung aja setengah mati.

Oia, di kamboja mata uang yang lazim dipake untuk bayar adalah US Dollar (USD), tapi kembaliannya baru pake Riel Kamboja (KHR), unik yah..

Di perjalanan, bis sempat nyebrang sungai Mekong dengan menggunakan Feri. Sepanjang perjalanan juga bisnya nyetel film local dengan bahasa Khmer. Yang bisa gw denger cuma “eng mekeng kung eng menyeng kuyang eng eng ting krueng eng..” dengan logat perempuan yang cukup monotone, maksudnya ibarat ngedengerin suara penyanyi india dari tahun 1945 sampe sekarang serupa, nah intonasi perempuan tersebut dari awal film sampe akhir film ngggaaaakkkk berubah.. Asli..

Sekitar jam 14.00 bis tiba di terminal bis Phnom Penh. Nggak beda dengan kota-kota berkembang di Sumatra. Begitu kita turun, penumpang langsung diserbu sama supir tuktuk. Persis di terminal bis Jakarta, bedanya, gw gak ngarti apa yang mereka omongin, hahaha..

Sebelum meninggalkan terminal untuk menuju hotel, kita beli tiket bis untuk ke Siem Reap besok paginya dengan menggunakan agen bis yang sama. Tarif bis ke Siem Reap dari Phnom Penh adalah USD 5 untuk keberangkatan jam 06.30.

Setelah dapet tiket bis, kita mencari supir tuktuk yang beruntung yang akan kita sewa. Akhirnya dapatlah si mas Risme (entah gimana tulisannya) yang akan mengantar kita keliling kota Phnom Penh dengan tarif USD 15.

Tujuan pertama adalah naro barang ke hotel. Gw udah booking hotel di Velkommen Guesthouse via Agoda. Kamar yang gw pesen ada di 12 beds mixed dormintory tanpa AC seharga USD 4 per orang. Kamarnya terletak paling atas dengan langit-langit dari asbes. Siang-siang pas gw taro tas, sungguh panas. Rekomendasi gw? Nanti dulu, kita lihat apa yang terjadi malemnya, hehehe..

Berbeda dengan gw, Mete dan Neneng nyewa kamar private ber AC di hotel yang sama. Jadinya gw bisa nebeng shalat Zuhur dan Ashar di kamar mereka, hehehe..

Abis dari hotel, sekitar jam 15.00, kita lanjut ke Royal Palace, istana rajanya Kamboja. Letaknya nggak terlalu jauh dari hotel, cuma sekitar 5 menit dengan menggunakan tuktuk yang sama.

Royal Palace

Tarif masuk ke Royal Palace per orang USD 6.5. Untuk masuk kesini harus memperhatikan busana. Batasannya agak banyak seperti nggak boleh pake sleeveless shirt, celana pendek, topi, sandal, dll. Isinya ya bangunan-bangunan berlapis emas dan semacam pagoda-pagoda termasuk silver pagoda yang termahsyur itu.

Abis dari Royal Palace kita lanjut foto-foto sebentar di depan national museum yang ada di samping Royal Palace, lalu ke mini market untuk beli minuman ringan.

Tujuan selanjutnya adalah menuju Killing Field yang berada di outskirt Phnom Penh. Ternyata pernjalanannya lama banget, lebih dari setengah jam. Jam 16.45 kita baru sampe di Killing Field.

Killing Field adalah lokasi pembantaian ribuan orang pada rezim Polpot puluhan tahun lalu. Tarif masuknya USD 2. Sebenernya disewakan guide yang menggunakan rekaman dan earphone, awalnya kita sotoy nggak mau nyewa alat itu, tapi ternyata agak menyesal, karena tanpa alat itu, kita cuma bisa ngeliat lubang-lubang dan sedikit peninggalan korban pembunuhan.

Monumen yang Berisi Tengkorak Korban Pembantaian

Di lokasi ini, ada sebuah menara yang menyimpan ratusan tengkorak korban pembunuhan. Literally tengkorak. Selain itu ada juga tulang-tulang lainnya dan baju-baju para korban.

Ceritanya, dalam sehari petugas di Killing Field ini sampe kewalahan untuk ngebunuhin orang-orang yang dibawa kesini. Dalam satu hari mereka harus membunuh hingga lebih dari 300 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.

Ada juga satu pohon yang dinamakan Magic Tree, yang khusus digunakan untuk ngebunuh balita. Caranya, balita tersebut dipegang kakinya, terus kepalanya dihantamkan ke pohon tersebut sampe mati.

Ada juga museum yang menyimpan alat-alat yang dipake untuk membantai. Mayoritas benda-benda tumpul seperti cangkul, rantai, dll. Cara pembantaian biasanya dengan menghantamkan benda-benda tersebut ke kepala korban. Merinding kalau ngebayangin kejadian nyatanya.

Sekitar jam 17.45 kita balik ke kota. Tujuan berikutnya adalah Wat Botum, semacam candi-candi gitu juga sih. Sayangnya kita sampe sana udah sekitar jam 18.30 dan sudah tutup. Akhirnya kita cuma bisa foto-foto sebentar di depannya.

Tujuan berikutnya balik ke hotel. Di jalan gw sempet berenti sebentar di KFC untuk beli makan malam. Gw beli pake burger seharga USD 1,8. Makanan tersebut kita makan di kamarnya Mete di hotel.

Setelah makan malam, kita jalan lagi ke Riverside, sebuah daerah pinggir sungai Mekong yang ada di deket hotel. Disini rameeee banget. Si Mete beli Sugar Cane (tebu) seharga KHR 2.000 dan arum manis. Kita duduk-duduk disini sampe malem.

Sekitar jam 21.00 kita balik ke hotel. Sayangnya cerita gw nggak berhenti sampe sini. Entah kenapa tiba-tiba gw nggak pede mau masuk ke kamar dorm gw. Gw ngedenger suara obrolan bule gitu pas mau masuk. You can call me weird, but I couldn't feel even more strange just to open that door. Walhasil, gw langsung check-out dan pindah hotel. Untungnya barang-barang gw masih ada di kamarnya Mete.

Ditemani Mete gw menyusuri Riverside untuk nyari hotel yang masih kosong. Akhirnya gw dapet di Royal Mekong Palace, sebuah hotel berbintang dengan tariff USD 18 per malam. Kamarnya standar hotel berbintang lah, lengkap dengan teras yang menghadap ke sungai Mekong. Sayang gw nggak terlalu lama menikmati hotel ini, secara masuknya udah malem banget dan besok pagi harus berangkat pagi-pagi lagi.

Hotel Royal Mekong Palace

Kesimpulan gw untuk Phnom Penh: Selain Killing Field, nggak ada yang terlalu berkesan. Tipikal kota berkembang di kawasan Asia. Biaya hidup sedikit lebih mahal dari HCMC tapi masih lebih murah dari Jakarta.